Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI KOTABARU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2017/PN Ktb Arif Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepolisian Resort Kotabaru Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 20 Feb. 2017
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2017/PN Ktb
Tanggal Surat Senin, 20 Feb. 2017
Nomor Surat 01/Pra/2/2017
Pemohon
NoNama
1Arif
Termohon
NoNama
1Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepolisian Resort Kotabaru
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Kotabaru,20 Februari 2017

PERIHAL: PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

 

Kepada Yang Terhormat,

Ketua Pengadilan Negeri Kotabaru

Jalan Jamrud 1 Kotabaru, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru

Di,-

          Tempat

 

Dengan hormat,

 

Kami yang bertandatangan di bawah ini:

 

DURIATMAN,S.H.

  SUWARI,S.H.,M.S.

Para Advokat atau Pembela yang tergabung dalam PERHIMPUNAN PEMBELA MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (PPMAN), beralamat di Jl.Nusa Indah No.58 E RT.01 RW.02 Desa Semayap Kabupaten Kotabaru, bertindak untuk dan atas nama Arif, beralamat di Kamboyan, RT. 05, Kel/Desa Cantung Kiri Hulu, Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan; Kewarganegaraan Indonesia, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 15 Februari 2017 (terlampir). Untuk selanjutnya disebut sebagai---------------------------------------------------------------------------------PEMOHON;

 

PEMOHON dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap:

 

Pemerintah Republik Indonesia cq. Kepala Kepolisian Republik Indonesia cq. Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan cq. Kepala Kepolisan Resort Kota Baru cq. Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Kota Baru. Untuk selanjutnya disebut sebagai----------------------------------------------------------------------TERMOHON;

 

Adapun alasan yang mendasari diajukannya Permohonan Praperadilan, sebagai berikut:

 

  1. Fakta-Fakta Hukum

 

  1. Bahwa Pemohon ialah Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di Kamboyan, RT. 05, Kel/Desa Cantung Kiri Hulu, Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan;

 

  1. Bahwa pada tanggal 15 Februari 2017, Pemohon dipanggil sebagai tersangka oleh Termohon dalam perkara dugaan tindak pidana orang perseorangan yang dengan sengaja menyuruh, mengorganisasi, menggerakkan, melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a dan b Jo. Pasal 19 huruf a dan c dan/atau orang perseorangan yang dengan sengaja turut serta melakukan atau membantu penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) Jo. Pasal 19 huruf b UU RI No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;

 

  1. Bahwa pada tanggal 15 Februari 2017, Pemohon ditahan oleh Termohon sebagai tersangka;

 

  1. Penahanan dan Penetapan Status Pemohon Sebagai Tersangka Bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan

 

  1. Bahwa penahanan dan penetapan status sebagai Pemohon sebagai tersangka didasarkan pada Laporan Polisi No.LP/K-22/I/2017/KALSEL/RES KTB/SPK, tanggal 09 Januari 2017;

 

 

 

 

 

  1. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 21 KUHAP, disebutkan “penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”;

 

  1. Bahwa penahanan terhadap Pemohon seharusnya merujuk pada Pasal 21 ayat 1 KUHAP yang mengatur mengatur bahwa: “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”;

 

  1. Bahwa tersangka berdasarkan Pasal 1 angka 14 KUHAP adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana;

 

  1. Bahwa bukti permulaan yang cukup berdasarkan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014  tertanggal 28 April 2015 ialah minimal 2 (dua) alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP, berupa:
    1. keterangan saksi;
    2. keterangan ahli;
    3. surat;
    4. petunjuk;
    5. keterangan terdakwa.

 

  1. Bahwa penahanan dan penetapan status Pemohon sebagai tersangka tanpa didasarkan pada bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Putusan  MK No. 21/PUU-XII/2014                          tertanggal 28 April 2015;

 

  1. Bahwa sesuai Pasal 76 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan, penyidik sudah seharusnya menghentikan penyidikan terhadap klien kami, karena perisitiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana.

 

  1. Penahanan dan Penetapan Status Pemohon Sebagai Tersangka Melanggar Hak Asasi Manusia

 

  1. Bahwa penahanan dan penetapan status Pemohon sebagai tersangka oleh Termohon tidak didasarkan pada “bukti permulaan yang cukup” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP tersebut, sehingga tindakan Termohon telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan melanggar hak asasi manusia (HAM) Pemohon (Pelanggaran Fair Trial)

 

  1. Bahwa dalam article 9 International Covenant on Civil and Political Rights yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Hak Sipil dan Politik menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang. Tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan-alasan yang sah, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh hukum;

 

  1. Bahwa Termohon harus berpegang pada prosedur sebagaimana diatur di dalam Pasal 5 ayat 1 huruf f dan huruf h Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengatur bahwa:
    • Pasal 5 ayat 1: instrumen perlindungan HAM yang perlu diperhatikan oleh setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas berdasarkan Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi  

 

 

 

 

  • Huruf f: hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil;
  • Huruf h: hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan;

 

  1. Bahwa mengingat adanya ruang bagi Pemohon untuk “menuntut” keadilan melalui mekanisme hukum, yaitu praperadilan, maka Pemohon melalui permohonan ini mengajukan permohonan praperadilan atas ketidakabsahan penahanan dan penetapan status Pemohon sebagai tersangka oleh Termohon;

 

  1. Praperadilan menurut ketentuan Pasal 1 angka 10 KUHAP adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
    1. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
    2. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
    3. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

 

  1. Ruang lingkup praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Nomor 20 (dua puluh) permohonan ini diperluas berdasarkan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014  tertanggal 28 April 2015, yakni termasuk penetapan tersangka in caso penetapan status Pemohon sebagai tersangka;

 

  1. Bahwa sesuai Pasal 79 KUHAP yang menyebutkan: “Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”, maka melalui permohonan ini Pemohon menuntut keadilan hukum;

 

  1. Bahwa akibat penahanan dan penetapan status Pemohon sebagai tersangka oleh Termohon, telah menimbulkan kerugian yang nyata (materil) maupun immmateril bagi Pemohon;

 

  1. Bahwa tindakan Termohon yang dijalankan namun tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan menunjukkan ketidakpatuhan Termohon akan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Padahal Termohon sebagai aparat penegak hukum harusnya memberi contoh kepada masyarakat untuk patuh dan taat kepada hukum sebab Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat) berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 UUD NRI Tahun 1945, bukan negara kekuasaan (machstaat). Hal ini sesuai juga dengan perintah KUHAP, Pasal 7 ayat (3) yang berbunyi “dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku”. Demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 19 ayat (1) menyebutkan bahwa “dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia”;

 

  1. Bahwa praperadilan pada perkembangannya telah menjadi fungsi kontrol pengadilan terhadapnya jalannya peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya yang berkaitan dengan penangkapan, penahanan dan kini penetapan seseorang sebagai tersangka sehingga oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh pengadilan dengan menyatakan penangkapan dan penahanan serta penetapan Pemohon sebagai tersangka tidak sah;

 

 

 

 

 

 

  1. Bahwa akibat penangkapan, penahanan dan penetapan Pemohon sebagai tersangka, telah menimbulkan kerugian nyata (materil) maupun immateril terhadap diri Pemohon. Maka berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pemohon menuntut ganti kerugian materil sebesar Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah);

 

  1. Bahwa disamping kerugian materiil, Pemohon juga mengalami kerugian Imateriil berupa adanya tindakan penahanan serta penetapan Pemohon sebagai tersangka yang tidak sah berdasarkan KUHAP, yang merupakan tindakan arogansi dan kesewenang-wenangan (abuse of power) terhadap Pemohon, berupa tercemarnya nama baik Pemohon yang tidak dapat dinilai secara materiil. Kerugian-kerugian immateril tersebut harus dikompensasikan dalam bentuk Termohon meminta maaf secara langsung kepada Pemohon secara terbuka melalui media massa lokal di Kalimantan Selatan dan media massa nasional selama 1 (satu) minggu berturu-turut;

 

  1. Bahwa selain hal-hal sebagaimana telah Pemohon uraikan di atas, tujuan Pemohon mengajukan praperadilan ini adalah untuk menegakkan hak Pemohon sebagai Warga Negara Indonesia dan untuk mendorong Kepolisian di seluruh wilayah Republik Indonesia bertindak profesional, tidak sewenang-wenang atau menyalahgunakan kewenangan serta mengarusutamakan hak asasi manusia dalam setiap tindakan yang dilakukan. Mencegah terjadinya praktik korup yang merendahkan wibawa kepolisian sebagai penegak hukum.

 

Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan diatas, Pemohon memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Kotabaru c.q. Hakim Yang Mulia yang memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan ini, berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut:

 

  1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan penahanan terhadap diri Pemohon  oleh Termohon yang diajukan dalam praperadilan ini tidak sah;
  3. Menyatakan penetapan status tersangka terhadap diri Pemohon  oleh Termohon yang diajukan dalam praperadilan ini tidak sah;
  4. Menghukum Termohon untuk membayar ganti kerugian, berupa:

Kerugian Materil: Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah);

Kerugian Immateril: Permintaan maaf oleh Termohon kepada Pemohon secara terbuka melalui media lokal di Kalimantan Selatan dan media nasional selama 1 (satu) minggu berturut-turu atau setiap hari selama 1 (satu) minggu

  1. Menghukum Termohon untuk merehabilitasi nama baik Pemohon seperti keadaan semula;
  2. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.

 

Atau jika Hakim Yang Mulia berpendapat lain, berdasarkan kebijaksanaan Yang Mulia, mohon putusan yang seadil-adilnya (ae quo et bono). Putuskan benar jika itu benar, salah jika itu salah.Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita semua.Amin.

                   Kotabaru,20Februari 2017

Hormat  kami,

Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)

Kuasa Hukum Pemohon

 

 

 

 

DARIATMAN,S.H.

 

 

 SUWARI,S.H.,M.S.

Pihak Dipublikasikan Ya